Siapa yang tidak ingin meneladani Rasulullah?

Tentu setiap orang terutama umat Islam akan menjadikan pribadi bercahaya ini sebagai role model utama. Namun, cahaya sang Nabi kadang kala terasa amat menyilaukan mata. Ya, beliau amat sempurna dalam berbagai macam nilai kehidupan. Untuk bisa meneladani beliau rasanya dan memang seharusnya kita sadar bahwa kita berada dalam tingkatan yang amat jauh berbeda dengan beliau. Meneladaninya mejadi semakin menantang tatkala kita tahu bahwa Rasulullah tidak mengajarkan sesuatu melainkan beliaulah orang terbaik yang melaksanakannya. Oleh sebab itu, jika meneladani beliau terasa amat jauh, kita dapat menurunkan standar itu kepada dua orang setelahnya,
Dari Hudzaifah ra berkata, Rasulullah saw, bersabda, "Ikutilah jejak orang-orang setelahku dari para sahabatku: Abu Bakr dan Umar dan mintalah petunjuk pada Ammar, dan berpegang teguhlah pada janji Ibnu Mas'ud." (Hr. Tirmidzi dan al-Hakim)



Fisik

Jika kita baca sirah nabi, fisik dari keduanya saja sudah menunjukkan perbedaan yang mencolok. Abu Bakr dideskripsikan oleh 'Aisyah dalam riwayat Abu Sa'ad sebagai seorang lelaki berkulit cerah, bertubuh kurus, tidak terlalu besar perawakannya, sedikit bungkuk, tidak bisa menahan pakaiannya turun dari pinggangnya, struktur tulang wajahnya menonjol, kedua matanya cekung, keningnya menonjol dan pangkal jemarinya datar.

Sementara itu Umar ibn Khattab adalah pria dengan perawakan tinggi, kepala bagian depannya plontos, kulitnya kuning, matanya hitam, dan selalu bekerja dengan dua tangannya. Ada juga yang menyebutkan bahwa kulit beliau putih kemerah-merahan. Giginya putih bersih dan mengkilat serta selalu mewarnai janggutnya dan merapikan rambut dengan inai. (Thabaqat Ibnu Saad, 3: 324) Umar ibn Khattab jarang tertawa dan bercanda, di cincinnya terdapat tulisan “Cukuplah kematian menjadi peringatan bagimu hai Umar.”


Karakter

Tidak berhenti sampai di situ, perbedaan keduanya nampak dari karakter dan sikap yang ditunjukkan oleh mereka dalam kehidupan dan kepemimpinan. Abu Bakr kita kenal sebagai pribadi yang amat lembut, baik hati, bersegera dalam berbuat kebaikan, pesaing terberat Umar ibn Khattab dalam amal ibadahnya. Poin paling menarik bagi saya dari Abu Bakr adalah kepekaannya dengan kebaikan. Ia seolah dapat melihat kebaikan yang tidak dilihat oleh orang lain. Momen fathu Makkah menunjukkan hal itu. Turunnya banyak ayat kemenangan tentu membuat muslimin kegirangan, tapi tidak dengan Abu Bakr. Ia justru menangis. Ada pesan lain yang ia tangkap dari ayat-ayat kemenangan dan sempurnanya diin: selesainya tugas kenabian. Itu sebabnya pada masa dimana Makkah dan Madinah terasa gelap akibat wafatnya sang Nabi, Abu Bakr menjadi orang yang paling tegar dan siap menghadapi kabar tersebut. Umar ibn Khattab bahkan sampai mengancam orang-orang yang mengatakan bahwa Rasul telah mati.

Umar keluar ke masjid sambil berteriak, "Ada orang dari kaum munafik yang mengira bahwa Rasulullah SAW telah wafat. Tetapi demi Allah, sebenarnya dia tidak meninggal, melainkan ia pergi kepada Tuhan, seperti Musa bin Imran. Ia telah menghilang dari tengah-tengah masyarakatnya selama 40 hari, kemudian kembali lagi ke tengah mereka setelah dikatakan dia sudah mati. Sungguh, Rasulullah pasti akan kembali seperti Musa juga. Orang yang menduga bahwa dia telah meninggal, tangan dan kakinya harus dipotong!"

Dari Aisyah radhiyallahuanha: Saat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam meninggal Abu Bakar berada di as-Sunh (sebuah tempat di Madinah), lalu Umar berdiri dan berkata : “Demi Allah, Rasulullah tidak mati.”

Di tengah kondisi seperti itu, Abu Bakr datang mengingatkan QS Ali Imran ayat 144 seolah ayat itu baru saja mereka dengar: "Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah Jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikit pun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur."

Tabaarak ar-rahmaan, semoga kita diberikan oleh Allah kesempatan untuk berjumpa Abu Bakr.

Umar ibn Khattab juga menjadi pribadi yang tidak kalah istimewa. Hal paling menarik dari Umar bagi Asa adalah lisannya yang dibenarkan Allah melalui firman-Nya. Diantaranya:
  1. al-Baqarah: 125, 
  2. an-Nur:31
  3. at-Tharim
  4. al-Maidah: 91
  5. al-Mu’minun ayat 19

Kepemimpinan

Mungkin seperti itulah personifikasi yang terbangun dari keduanya. Abu Bakr seorang yang lembut, penyayang dan mudah tersentuh hatinya sementara Umar adalah sosok yang garang. Sisi kepemimpinan keduanya justru menunjukkan hal yang cukup berbeda dari apa yang selama ini kita ketahui.

Selembut-lembutnya Abu Bakr, beliau justru menjadi pemimpin yang paling tegas dalam memerangi nabi palsu, riddah (orang-orang yang murtad) dan tidak mau membayar zakat. Ketegasannya sampai membuat Umar cukup khawatir dengan sikapnya yang terlalu keras dalam memerangi mereka.

Sementara itu jika selama ini kita mengenal Umar sebagai sosok yang tegas memang seperti itulah Umar dalam memimpin. Diibaratkan seakan Umar memegang setiap hidung pejabatnya. Teliti dalam segala hal bahkan hingga gaya hidup umat Islam. Bagi seorang Umar, memakan daging lebih dari tiga kali dalam satu pekan adalah berlebihan, "Makanlah sesekali kismis, minyak dan gandum!" Atau pernah suatu ketika Umar mengomentari seseorang yang membeli barang dengan harga mahal sementara penghasilannya amat kecil.

Kegemaran Umar setiap malam adalah berkeliling melihat keadaan malam umat Islam. Saat ini lebih dikenal dengan isitlah blusukan. Salah satu momen indah dari aktivitas ini adalah pertemuan Umar dengan menantu Abdurrahman ibn Umar. Ia bertemu dengan gadis itu dalam sebuah kesempatan di malam hari di mana Umar mendengar perbincangan antar ibu yang hendak menambahkan air pada susu yang akan dijual dan seorang anak gadisnya. Sang anak tidak mau menyampurkan air karena takut dengan Allah. Mendengar jawaban itu Umar keesokan harinya membawa putranya untuk mengkhitbah anak tersebut.

Perhatian Umar terhadap umat Islam amat dalam. Utsman pernah mendapati Umar berlarian di tengah badai pasir hanya untuk mengejar satu unta zakat yang lepas. Umar sadar bahwa unta itu bisa menjadi tanggung jawabnya kelak di akhirat. Pada masa ramadah (tahun kering) yang terjadi di masa Umar, beliau terus menangis dan berdoa kepada Allah agar ia tidak dibinasakan pada hari kiamat karena ada seorang muslim yang mati dalam keadaan kelaparan. Tangisannya bahkan membuat guratan air di wajahnya menunjukkan begitu seringnya beliau menangis.

Menangis bukan tanda jika seorang pria adalah orang yang cengeng ya? Bahkan sering menangis di hadapan Allah tanda bahwa seorang pria tau kepada siapa Ia tengah menghadapkan hidup dan matinya.

Ending

"Saya melihat," ujar ustadz Salim A Fillah dalam sebuah kesempatan di masjid Al Ukhuwah Bandung, "karakter utama dari umat Islam bisa diambil dari kedua sahabat ini."
Tentu tulisan di atas amat tidak cukup detail membahas bagaimana keduanya hidup di masa emas umat. Jika kamu mencoba memproyeksikan sosok keduanya ke dalam diri sendiri, siapa yang lebih cocok dengan karaktermu? Leave your thoughts in the comment.

-------------------------------
Thought on Role Models
Pena 1. Semangat Meneladani Hingga Jadi Para Pengganti Mereka di Kemudian Hari
Pena 2. Teladan Paripurna, Muhammad Rasulullah
Pena 3. Dua Karakter Umat: Abu Bakar dan Umar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar