Aku Sebagaimana Prasangka Hambaku

Ada yang menarik dari kata-kata Ustadz Salim A Fillah saat beliau mengisi kajian Majelis Jejak Nabi di masjid Al Ukhuwah, Bandung. Ustadz yang juga penulis buku-buku best seller ini menceritakan tentang sebuah istilah yang beliau sebut dengan "pemerkosaan hadist". Disebut demikian karena kita memaksakan makna yang salah terhadap sebuah hadist. Memposisikan hadist pada kedudukan yang salah. Tentu ini bukan makna sesungguhnya, jangan baper duluan. Jadikan istilah ini renungan introspeksi.

Pada kesempatan itu, Ustadz Salim memberitahukan kepada jama'ah mengenai beberapa hadist yang dimaknai secara salah contohnya adalah potongan dari sebuah hadist qudsi yang berbunyi,

Ø£َÙ†َا عِÙ†ْدَ ظَÙ†ِّ عَبْدِÙŠ بِÙŠ
Sesungguhnya Allah berfirman: “Aku sebagaimana prasangka hambaku kepada-Ku. Aku bersamanya jika ia berdoa kepada-Ku.” [HR. Muslim 4832, 4851; Tirmidzi 3527, Ahmad 7115]

Ust Salim mengatakan (dan memang setelah Saya pikir-pikir benar juga ya) apa yang terjadi sekarang hadist ini diperlakukan seolah-olah justru Allah akan melakukan apapun sesuai dengan keinginan hamba Nya. 

  • Menjelang ujian, seseorang berprasangka baik kepada Allah. Berharap dengan begitu Allah akan meluluskannya 
  • Saat tertimpa musibah, seseorang berprasangka baik kepada Allah. Berharap dengan begitu Allah mengangkat musibahnya 
  • Saat berharap akan cita maupun cinta, seseorang berprasangka baik kepada Allah. Berharap dengannya Allah akan lejitkan cita dan mudahkan cinta

Ya, semua berjalan seolah-olah justru Allah akan melakukan apapun sesuai dengan keinginan hamba Nya. Kalau begitu siapa sebenarnya yang hamba dan siapa Rabb-nya?

Sementara itu dalam beberapa keterangan 'ulama menjelaskan bahwa maksud dari hadist ini adalah seorang hamba hendaknya berprasangka bahwa:

  • Hamba serba berkekurangan dan Allah lah Rabb Yang Maha Sempurna 
  • Hamba tidak mungkin bisa melakukan segalanya sementara Allah Maha Memungkinkan, itulah sebabnya semoga Allah bekenan memungkinkan sesuatu untuk terjadi 
  • Hamba tak berdaya dan Allah lah dapat memberi daya kepada hamba Nya, itulah sebabnya semoga Allah beri daya kepada seorang hamba atas perkara yg sedang dihadapinya 
  • Ilmu yang dimiliki seorang hamba amat terbatas, sementara Allah Maha Mengetahui. Itulah sebabnya semoga Allah berkenan untuk memberikan hamba pemahaman atas sesuatu yang belum ia ketahui 
  • Seorang hamba tiada memiliki kemampuan beroleh suatu karunia, sementara Allah mampu mengaruniakan apapun dengan izin Nya. Maka semoga Allah berkenan mengaruniakan sesuatu atas hikmah dan barakah yang ada di sisi Nya

Loh bukannya berprasangka baik kepada Allah itu baik ya, Sa?

Benar sekali, berbaik sangka kepada Rabb kita adalah hal yang baik dan diajarkan oleh teladan-teladan kita. Akan tetapi, berbaik sangka kepada Allah ada adabnya, ada akhlaqnya dan begitulah yang juga diajarkan oleh teladan-teladan kita.

Kita bisa memilih, meminta kepada Allah seenaknya atau dengan adab. Ngobrol dengan orang tua yang siap memberikan segalanya untuk seorang anak seenaknya, atau dengan santun. Orang tua akan tetap memberikan keinginan kita. TAPI adab kita kepada keduanya menunjukkan kesadaran kelas kita sebagai anak dan bentuk penghormatan kita kepada keduanya. Sama halnya dengan hubungan kita kepada Allah dalam aktivitas berdo'a dan berprasangka ini.

Tunjukkan kelas kita sebagai HAMBA, walau kita meminta dan berprasangka baik dengan cara apapun kepada Allah bisa jadi tetap Allah berikan karena sifat Ar-Rahmaan dan Ar-Rahiim Nya. Coba pelajari do'a dan pinta para Nabi. Do'a mereka amat menghamba bahkan sederhana. Pun mereka adalah nabi, mereka sadar betul kelasnya sebagai hamba. Kita yang bukan nabi bagaimana adabnya?

Saat berprasangka baik dan berdo'a mari berintrospeksi sejenak...

Kita berprasangka baik dengan tulus atau sebenarnya kita terlalu tamak ingin mewujudkan hal duniawi dengan dalih prasangka baik? Kita berprasangka baik sepanjang waktu atau kita baru berprasangka baik saat ada maunya?

Wallahu a'lam

---------------------------------------------------
Thought on Sunnah Misunderstanding
Pena 1. Aku Sebagaimana Prasangka Hamba-Ku Kepada Ku
Pena 2. Katakan yang Benar Meskipun Pahit

10 komentar:

  1. Terimakasih Penjelasannya Gus

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama-sama semoga bermanfaat :)

      Hapus
    2. saya rasa juga begitu.. ini benar. dengan ALLAH itu harus melibatkan hati dan keikhlasan. namun yang saya rasa juga terkadang meminta tapi kok saya seperti maksa padahal saya tahu yang saya ingin belum tentu terbaik bagi saya menurut ALLAH.

      Hapus
  2. Selalu berprasangka baik kepada Allah adalah jika mendapat kesenangan maka selalu bersyukur dan jika mendapat kesempitan maka selalu bersabar .. karena hanya yakin akan kekuasaan Allah SWT semata.

    BalasHapus
  3. masyallah sekali kak mencerahkan saya buat menulis di akun ig saya @sud.utpnandang. syukron

    BalasHapus
  4. masyallah dan mencerahkan saya untuk meulis di @sud.utpandang

    BalasHapus
  5. Nah ini yg saya pikirkan,saya sempet bingung kalo Allah sesuai prasangka hambanya, lantas jika hambyanya menginginkan sesuatu tinggal berprasangka sesuatu itu pasti terwujud tinggal berprasangka apa yg ia ingin sekehendak hati..lantas apa gunanya berdoa

    BalasHapus
  6. Berprasangka baik kepada Allah itu tidak mengapa, kenapa ada kata kata "pemerkosa hadits"? Bolehkah seorang muslim berprasangak demikian terhadap saudara seiman? Kalo mau koreksi pakailah kata kata yang beradab, dan juga apa salahnya seorang berprasangka baik terhadap Allah, dengan catatan melaksanakan apa yang Allah perintah dan meninggalkan apa yang Allah larang, barakallahu fiik

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih inputannya. Wa fiik baarakallah. Izin menanggapi juga nih gan

      Pertama, gak ada yang berprasangka buruk ke saudara seiman. Justru Anda yang berprasangka buruk kepada saya jadinya wk. Sudah jelas di sana ada tanda kutip dalam kata pemerkosaan menunjukkan makna tidak sesungguhnya. Tapi Anda menganggap itu terlalu serius sampai ke hati padahal itu bagi banyak orang dipandang sebagai introspeksi dan kesalahan fatal masing-masing

      Kedua, memang benar tidak apa berprasangka baik kepada Allah, gak ada yang bilang gak boleh di sini. Tapi menggunakan ADAB. Kamu bisa memilih, meminta kepada Allah seenaknya atau dengan adab. Ngobrol dengan orang tua yang siap memberikan macam macam untuk seorang anak seenaknya, atau dengan santun. Orang tua akan tetap memberikan keinginan kita. TAPI adab kita kepada keduanya menunjukkan kesadaran kelas kita sebagai anak. Sama halnya dengan kita kepada Allah. Tunjukkan kelas kita sebagai HAMBA, walau kita minta pun Allah tetap berikan karena Allah Ar-Rahmaan. Coba pelajari doa dan pinta para Nabi. Doa mereka amat menghamba, tidak seperti seorang anak yang merengek memaksa meminta

      Coba tulisan ini dibaca pelan2 dengan tenang. Tapi inputannya saya terima dan saya perbaiki tulisannya agar tidak menimbulkan kesalahpahaman di kemudian hari. Baarakallah fiik

      Hapus